Minggu, 13 Mei 2012 0 komentar

Pendopo Agung



Pendopo Agung Trowulan adalah sebuah bangunan pendopo Jawa bergaya  joglo, dibangun antara tahun 1964-1975 oleh kodam-V Brawijaya berada di Dsn. Nglinguk Ds.Sentonorejo kec.Trowulan. Bangunan itu konon berada di lokasi dimana dahulu berdiri pendopo agung kerajaan majapahit, tempat mahapatih gajahmada mengucapkan sumpah palapa yang terkenal itu.
Patung gajahmada yang diresmikan oleh komando pusat  polisi militer pada tanggal 22 juni 1986.
   Petilasan panggung, bangunan joglo berukuran lebih kecil yang letaknya dibelakang pendopo agung yang dipisahkan oleh sebuah tembok, adalah lokasi yang dipercaya sebagai tempat dimana Raden wijaya pernah melakukan semedi sebelum ia membuka pemukiman dihutan Tarik di tepian sungai brantas yang kemudian menjadi cikal bakal berdirinya kerajaan majapahit.
   Selama ritual perayaan tahun baru Jawa 1 suro, tempat itu menjadi pusat kegiatan perayaan yang disebut GREBEG SURO MAJAPAHIT.
4 komentar

Makam Troloyo



NAMA                  : MAKAM 7 TROLOYO
KRONOLOGIS      : ABAD KE-14/15
AGAMA               : ISLAM
LOKASI               : Dsn.sidodadi,Ds.sentonorejo Kec.trowulan Kab.mojokerto
Bahan                  : Nisan kubur dar bahan batu andesit dan jiratnya dari bahan batu

Pada komplek makam troloyo terdapat 3 kelompok makam, yaitu kelompok : Makam wali songo, kelompok makam syekh Jumadil Qubro, dan kelompok makam yang berjumlah 7. Dari batu nisan makam troloyo terdapat pahatan angka tahun saka dan  hijriyah, ungkapan keagamaan dalam huruf arab, ukran surya majapahit, dan hasan kala merga. Pada nisan makam troloyo yang paling tua adalah 1204 saka (1282 M), dan yang paling muda tahun 1533 saka (1611 M).
Situs makam troloyo merupakan pennggalan yang cukup penting letak troloyo yang berada di lingkungan istana majapahit menunjukan bahwa penyebran agama islam telah  jauh sampai di ibu kota majapahit para ahli berpendapat berdasarkan hiasan surya majapahit dan keletakan troloyo di lingkungan ibu kota majapahit situs troloyo adalah komplek makam bangsawan majapahit yang sudah memeluk agama islam. 
0 komentar

Candi Bajang Ratu



Gapura Bajang Ratu atau juga dikenal dengan nama Candi Bajang Ratu adalah sebuah gapura / candi peninggalan Majapahit yang berada di Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Indonesia. Bangunan ini diperkirakan dibangun pada abad ke-14 dan adalah salah satu gapura besar pada zaman keemasan Majapahit. Menurut catatan Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala Mojokerto, candi / gapura ini berfungsi sebagai pintu masuk bagi bangunan suci untuk memperingati wafatnya Raja Jayanegara yang dalam Negarakertagama disebut "kembali ke dunia Wisnu" tahun 1250 Saka (sekitar tahun 1328M). Namun sebenarnya sebelum wafatnya Jayanegara candi ini dipergunakan sebagai pintu belakang kerajaan. Dugaan ini didukung adanya relief "Sri Tanjung" dan sayap gapura yang melambangkan penglepasan dan sampai sekarang di daerah Trowulan sudah menjadi suatu kebudayaan jika melayat orang meninggal diharuskan lewat pintu belakang.
"Bajang Ratu" dalam bahasa Jawa berarti "raja / bangsawan yang kecil / kerdil / cacat". Dari arti nama tersebut, gapura ini dikaitkan penduduk setempat dengan Raja Jayanegara (raja kedua Majapahit) dan tulisan dalam Serat Pararaton, ditambah legenda masyarakat. Disebutkan bahwa ketika dinobatkan menjadi raja, usia Jayanegara masih sangat muda ("bujang" / "bajang") sehingga diduga gapura ini kemudian diberi sebutan "Ratu Bajang / Bajang Ratu" (berarti "Raja Cilik"). Jika berdasarkan legenda setempat, dipercaya bahwa ketika kecil Raja Jayanegara terjatuh di gapura ini dan mengakibatkan cacat pada tubuhnya, sehingga diberi nama "Bajang Ratu" ("Raja Cacat").
Sejarawan mengkaitkan gapura ini dengan Çrenggapura (Çri Ranggapura) atau Kapopongan di Antawulan (Trowulan), sebuah tempat suci yang disebutkan dalam Kakawin Negara kretagama: "Sira ta dhinarumeng Kapopongan, bhiseka ring crnggapura pratista ring antawulan", sebagai pedharmaan (tempat suci). Di situ disebutkan bahwa setelah meninggal pada tahun 1250 Saka (sekitar 1328M), tempat tersebut dipersembahkan untuk arwah Jayanegara yang wafat. Jayanegara didharmakan di Kapopongan serta dikukuhkan di Antawulan (Trowulan). Reruntuhan bekas candi tempat Jayanegara didharmakan tidak ditemukan, yang tersisa tinggal gapura paduraksa ini dan pondasi bekas pagar. Penyebutan "Bajang Ratu" muncul pertama kali dalam Oundheitkundig Verslag (OV) tahun 1915.
Menurut buku Drs I.G. Bagus L Arnawa, dilihat dari bentuknya gapura atau candi ini merupakan bangunan pintu gerbang tipe "paduraksa" (gapura beratap). Secara fisik keseluruhan candi ini terbuat dari batu bata merah, kecuali lantai tangga serta ambang pintu bawah dan atas yang dibuat dari batu andesit. Berdiri di ketinggian 41,49 m dpl, dengan orientasi mengarah timur laut-tenggara. Denah candi berbetuk segiempat, berukuran ± 11,5 (panjang) x 10,5 meter (lebar), tinggi 16,5 meter, lorong pintu masuk lebar ± 1,4 meter. 
Secara vertikal bangunan ini mempunyai 3 bagian: kaki, tubuh, dan atap. Mempunyai semacam sayap dan pagar tembok di kedua sisi. Kaki gapura sepanjang 2,48 meter. Struktur kaki tersebut terdiri dari bingkai bawah, badan kaki dan bingkai atas. Bingkai-bingkai ini hanya terdiri dari susunan sejumlah pelipit rata dan berbingkai bentuk genta. Pada sudut-sudut kaki terdapat hiasan sederhana, kecuali pada sudut kiri depan dihias relief menggambarkan cerita "". Di bagian tubuh di atas ambang pintu ada relief hiasan "kala" dengan relief hiasan sulur suluran, dan bagian atapnya terdapat relief hiasan rumit, berupa kepala "kala" diapit singa, relief matahari, naga berkaki, kepala garuda, dan relief bermata satu atau monocle cyclops. Fungsi relief tersebut dalam kepercayaan budaya Majapahit adalah sebagai pelindung dan penolak mara bahaya. Pada sayap kanan ada relief cerita Ramayana dan pahatan binatang bertelinga panjang.
Sabtu, 12 Mei 2012 0 komentar

Museum Trowulan


Museum Trowulan adalah museum arkeologi yang terletak di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur, Indonesia. Museum ini dibangun untuk menyimpan berbagai artefak dan temuan arkeologi yang ditemukan di sekitar Trowulan.
Tempat ini adalah salah satu lokasi bersejarah terpenting di Indonesia yang dengan sejarah kerajaan Majapahit.
Kebanyakan dari koleksi museum ini berasal dari masa kerajaan Majapahit, akan tetapi koleksinya juga mencakup berbagai era sejarah di Jawa Timur, seperti masa kerajaan Kahuripan, Kediri, dan Singhasari. Museum ini terletak di tepi barat kolam Segaran. Museum Trowulan adalah museum yang memiliki koleksi relik yang berasal dari masa Majapahit terlengkap di berkaitan Indonesia.
Sejarah Museum Trowulan berkaitan erat dengan sejarah situs arkeologi Trowulan. Reruntuhan kota kuna di Trowulan ditemukan pada abad ke-19. Sir Thomas Stamford Raffles, gubernur jenderal Jawa antara tahun 1811 sampai tahun 1816 melaporkan keberadaan reruntuhan candi yang tersebar pada kawasan seluas beberapa mil. Saat itu kawasan ini ditumbuhi hutan jati yang lebat sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan survei yang lebih terperinci.
Keperluan mendesak untuk mencegah penjarahan dan pencurian artefak dari situs Trowulan adalah alasan utama dibangunnya semacam gudang penyimpanan sederhana yang akhirnya berkembang menjadi Museum Trowulan.
0 komentar

Candi Tikus


Candi Tikus terletak di dusun Dinuk, Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, sekitar 13 km di sebelah tenggara kota Mojokerto. Dari jalan raya Mojokerto-Jombang, di perempatan Trowulan, membelok ke timur, melewati Kolam Segaran dan Candi Bajangratu yang terletak di sebelah kiri jalan. Candi Tikus juga terletak di sisi kiri jalan, sekitar 600 m dari Candi Bajangratu.
Candi Tikus yang semula telah terkubur dalam tanah ditemukan kembali pada tahun 1914. Penggalian situs dilakukan berdasarkan laporan Bupati Mojokerto, R.A.A. Kromojoyo Adinegoro, tentang ditemukannya miniatur candi di sebuah pekuburan rakyat. Pemugaran secara menyeluruh dilakukan pada tahun 1984 sampai dengan 1985. Nama ‘Tikus’ hanya merupakan sebutan yang digunakan masyarakat setempat. Konon, pada saat ditemukan, tempat candi tersebut berada merupakan sarang tikus.
Belum didapatkan sumber informasi tertulis yang menerangkan secara jelas tentang kapan, untuk apa, dan oleh siapa Candi Tikus dibangun. Akan tetapi dengan adanya miniatur menara diperkirakan candi ini dibangun antara abad 13 sampai 14 M, karena miniatur menara merupakan ciri arsitektur pada masa itu.
Bentuk Candi Tikus yang mirip sebuah petirtaan tersebut mengundang perdebatan di kalangan pakar sejarah dan arkeologi mengenai fungsinya. Sebagian pakar berpendapat bahwa candi ini merupakan petirtaan, tempat mandi keluarga raja, namun sebagian pakar ada yang berpendapat bahwa bangunan merupakan tempat penampungan dan penyaluran air untuk keperluan penduduk Trowulan. Namun, menaranya yang berbentuk meru menimbulkan dugaan bahwa bangunan candi ini juga berfungsi sebagai tempat pemujaan.
0 komentar

Maha Vihara



Mahavihara  adalah tempat suci bagi umat budha, jadi tidak sembarang orang yang bisa masuk kesana, dan hanya orang budha yang terpenting  saja yang dapat masuk ke dalamnya.
Disampingnya terdapat patung budha tidur, munculnya agama budha tidak lepas dari peranan SIDHARTA GAUTAMA. SIDHARTA GAUTAMA sebenarnya merupakan masyarakat dari kasta ksatria yang kemudian menjadi pertapa setelah melihat dunia luar yang penuh dengan ketidakadilan. Dalam pertapaannya dia mendapatkan bodhi dan disebut sang budha (yang disinari).
1 komentar

Siti Inggil (Pertapaan dan Makam Radhen Wijaya)



PERESMIAN SITI INGGIL:
PERTAPAAN RAJA MAJAPAHIT KE-1
R.WJAYA KERTARAJASA JAYA WARDANA

Pada hari jum’at legi Tgl 19-7-2002
Oleh:


TAUFIK RAJASA JAYA WARDANA



Makam Siti Inggil merupakan tempat persinggahan dan pertapaan Raja Majapahit ke I (Raden Wijaya Kertajaya Jayawardhana). Dulu ceritanya adalah sebuah punden di Dusun Kedungwulan yang diberi nama “LEMAH GENENG” yang artinya Siti Inggil. Didepan makam Siti Inggil terdapat dua makam, yaitu makam Sapu Angin dan Sapu Jagat sehingga makam ini dikeramatkan dan sering dikunjungi wisatawan lokal maupun asing setiap Jum’at Legi. Lokasinya berada di Dusun Kedungwulan, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan.
Siti yang berarti tanah, dan inggil yang berarti tinggi jadi siti inggil adalah tanah yang tinggi. Disana banyak  terdapat makam-makam mistis sehingga dikenal tempat yang paling keramat. Siti inggil juga digunakan sebagai tempat pemujaan umat hindhu.
0 komentar

Candi Brahu


Candi Brahu merupakan salah satu candi yang terletak di Jawa Timur. Lokasi persisnya ada di Dukuh Jamu Mente, Desa Bejijong atau sekitar 2 kilometer dari jalan raya Mojokerto, Jombang. Candi ini terletak di dalam kawasan situs arkeologi Trowulan, bekas ibu kota Majapahit. Candi Brahu dibangun dari batu bata merah, dibangun di atas sebidang tanah menghadap ke arah barat dan berukuran panjang sekitar 22,5 m, dengan lebar 18 m, dan punya ketinggian 20 meter.
Candi Brahu dibangun dengan gaya dan kultur Budha. Candi ini didirikan pada abad 15 Masehi namun terdapat perbedaan pendapat. Ada yang mengatakan candi ini berusia jauh lebih tua ketimbang candi lain di sekitar Trowulan.
Asal Nama : Menurut buku Bagus Arnawa, kata Brahu berasal dari kata Wanaru atau Warahu. Nama ini didapat dari sebutan sebuah bangunan suci seperti disebutkan dalam prasasti Alasantan, yang ditemukan tak jauh dari candi brahu.
0 komentar

Candi Gentong


Candi gentong, dinamakan seperti itu karena ketika ditemukan candi tersebut tertimbun oleh tanah yang menggunung dan membentuk seperti gentong tapi tidak ada keterangan pasti mengapa hal itu bisa terjadi. Candi gentong digunakan untuk upacara umat budha (upacara seradah). 
Di dalam candi ditemukan lebih dari seratus stupika dan bagian tengah merupakan pusat dari candi. Di bagian belakang menurut masyarakat terdapat sumber air yang digunakan untuk ibadah tetapi setelah dilakukan penelitian tidak ditemukan hal tersebut yang ada hanya bilik-bilik saja. Di candi gentong telah ditemukan dua patung budha yang sekarang disimpan di museum pusat. Walaupun letak candi gentong berdekatan dengan candi brahu tetapi tidak ada hubungan secara langsung antara ke 2 candi ini karena candi brahu adalah candi hindu dan candi gentong adalah candi budha.
0 komentar

Surya Majapahit



Surya Majapahit merupakan salah satu ciri khas kesenian peninggalan kerajaan majapahit dengan bentuk lingkaran sebagai perwujudan pancaran sinar matahari pada bagian dalamnya terdapat relief sembilan dewa penjaga mata angin yang disebut dengan “Dewata Nawa Sanga” sebagai dewa utama yang berada di lingkaran utama terdiri dari Siwa (pusat), Iswara (timur), Mahadewa (barat), Wisnu (utara), Brahma (selatan), Sambhu (timur laut), Raudra (barat daya), Mahsora (tenggara), dan Sangkara (barat laut). Sedangkan dewa Minor berada pada sinar yang memancar terdiri dari indra (timur), Agni (tenggara), Yama (selatan), Nriti (barat daya), Baruna (barat), Bayu (barat laut), kuwera (utara), dan Isana (timur laut).

        Surya Majapahit secara fungsional berada di langit-langit candi (seperti candi Bangkal dan Sawentar) atau terdapat pula pada sandaran atau bagian belakang arca (stella) dan juga nisan-nisan kuno dari makam troloyo.
 
;